2,209 research outputs found

    Analysis to The Policy of Delaying The Execution of Those Sentenced to Death is a Violation of Human Rights

    Get PDF
    Human rights are basic rights of the human being that exist and are a gift of Almighty God. Human rights are also natural rights that therefore cannot be revoked by other human beings. Indonesia is one of the countries that still apply the death penalty in its positive law where the unlawful acts are considered an extraordinary crime that endangers the lives of the nation and the State. The discourse of Indonesia as a country that has the philosophy of Pancasila until now can cause pro and con problems, because there are still many among legal experts and human rights activists as well as the public who question it because of differences and views, among others. The statement of the problem in this scientific paper is “How is the policy related to the death penalty in human rights seen from the current positive legal regulations?” The method used in this study is a normative juridical method. Seeing so many convicts with sentenced to death who have not been executed, it can be said that the State has committed human rights crimes (against convicts with sentenced to death), because they have served the sentence for the 2nd (second) time, namely the Imprisonment and Death Penalty. The implementation of Restorative Justice is possible to be executed as a legal breakthrough, where it becomes a solution to avoid human rights violations that can occur within the time of the delay of the death penalty. The National Commission for Human Rights (the Komnas HAM) as a representative of the Government is expected to be more aggressive in protection efforts

    PENGEMBANGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING DALAM ECOPEDAGOGY UNTUK PENINGKATAN KOMPETENSI EKOLOGIS MATA PELAJARAN IPS

    Get PDF
    Manusia dan lingkungan merupakan sistem yang integral dalam membentuk ekosistem. Manusia sangat tergantung terhadap lingkungan hidupnya, baik lingkungan secara fisik dan sosial. Salah satu perhatian IPS adalah materi ekologi yang berhubungan dengan interaksi kehidupan manusia dengan lingkungannya. Dalam konteks faktual, kompetensi ekologis dikembangkan dalam IPS baru sebatas pengetahuan, moral dan perilaku ekologis belum dihayati dan diwujudkan dalam bentuk nyata untuk menjaga dan melestarikan lingkungan. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektifitas model Ecopedagogy – Berbasis Masalah Lingkungan Hidup Lokal (BMLHL) untuk peningkatan kompetensi ekologis pada mata pelajaran IPS siswa SMP Negeri di Kabupaten Bangkalan Madura. Kompetensi ekologis siswa terdiri dari aspek pengetahuan, sikap, keterampilan, dan partisipasi. Desain dan alur pengembangan model meliputi fase: (1) investigasi, (2) desain, (3) realisasi/konstruksi, (4) tes, evaluasi, dan revisi, dan (5) implementasi. Subjek penelitian adalah SMP Negeri di Kabupaten Bangkalan Madura dengan teknik stratified sampling. Metode pengumpulan data menggunakan tes, angket, observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: model Ecopedagogy – BMLHL lebih efektif meningkatkan kompetensi ekologis siswa dalam pembelajaran IPS baik dalam proses maupun hasil pembelajaran yang meliputi kompetensi aspek kognitif, sikap, keterampilan, dan partisipasi dibandingkan dengan penggunaan model pembelajaran langsung (direct instruction). Efektifitas proses meliputi peningkatan proses dalam hal menganalisis berbagai fakta, mengeksplorasi isu, pemetaan masalah, kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, mengembangkan rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan pengembangan keterampilan sosial. Selain itu adanya peningkatan keterampilan guru dalam melaksanakan sintaks model Ecopedagogy – BMLHL, sistem sosial dan prinsip reaksi berlangsung interaktif dan berpusat kepada siswa. Penelitian ini merekomendasikan secara lebih luas implementasi Ecopedagogy – BMLHL dengan isu-isu lokal dari permasalahan lingkungan dalam kehidupan sehari-hari. Sekolah perlu menumbuhkan kompetensi ekologis dengan pembiasaan (habit formation), memberikan keteladanan (role model), dan gerakan bersama yang membentuk perilaku dan budaya sekolah yang selaras dengan green curriculum dan green living. Human being and environment are systems that integrally form ecosystem in which human is physically and socially dependent. One of the concerns of social studies is ecological content pertaining to the interaction between human beings and their environment. In a factual context, ecological competences developed in social studies have been merely at the level of ecological knowlegde, moral, and behavior, which have not been appreciated and embodied in concrete forms in order to protect and sustain the environment. In general, the research aimed to analyze the effectiveness of Ecopedagogy model based on Local Environmental Issues to improve the ecological competences in social sciences subject among state junior secondary schools’ students in Bangkalan Madura regency. Students’ ecological competence including the aspects of knowledge, attitude, skills and participation. The design and workflow of the learning model development included the phases of: (1) Investigation, (2) design, (3) realization/construction, (4) test, evaluation, and revision, and (5) implementation. The subjects were state junior secondary schools in Bangkalan Madura Regency that were selected using stratified sampling. Data collection methods consisted of test, questionnaire, observation, interview, and documentation. Research outcomes showed that Ecopedagogy model based on Local Environmental Issues is more effective than direct instruction model in improving knowledge, attitude, skills and participation aspect of students competence both in the process and achievement. Improvement process in analyzing various facts, exploring issues, mapping problems, thinking logically, critically and creatively, developing curiosity and inquiry, solving problems, and developing social skills. There were improvements in teachers‘ skills in implementing the syntax of model. The social system and reactional principles developed are interactive, student-centered, and engaging students actively in the teaching and learning. The research recommends that the wider scope implementation of Ecopedagogy – BMLHL model, should depart from local issues, from the environmental issues found in daily life, schools cultivate ecological competences through habit formation, role modelling, and a joint movement shaping school behavior and culture that are in line with green curriculum and green living

    Reconstruction of The Juvenile Criminal Justice System and The Giving of Diversion

    Get PDF
    Children are not to be punished but to be given guidance and development, so that they grow and develop as completely normal, healthy and intelligent children. Sometimes children experience situations that make them commit illegal acts. Even so, children who break the law are not worthy of punishment, let alone put in prison. Law Number 11 Year 2012 concerning Juvenile Criminal Justice System demands a reorientation of the purpose of punishment which has an impact on the operation of the Juvenile Criminal Justice System. The formulation of the objectives of restorative justice and diversion mechanisms which are recognized as mechanisms for handling crimes committed by children demands that the performance of the criminal justice sub-system change its orientation. The problem of this research was how the construction and reconstruction of the giving of diversion are. This research used descriptive analysis method and normative juridical approach. Children are part of citizens who must be protected as a generation to continue the leadership of the Indonesian nation. The current ideal construction for children who are in conflict with the law applies the Law of Juvenile Justice System where children aged 7 years can be given diversion in the trial process. Article 21 of the Law of Juvenile Criminal Justice System and Government Regulation No. 65 Year 2015 concerning Guidelines for the Implementation of Diversion, children under 12 years of age who commit/are suspected of committing a criminal act shall then be returned to their parents and include them in education, coaching, and mentoring programs in government institutions or Social Welfare Organizing Institutions in institutions in charge of social welfare

    Penguatan Penyelenggaraan Pelayanan Publik melalui Penyelesaian Sengketa Informasi Publik

    Get PDF
    Keterbukaan informasi publik merupakan bagian penting dari penyelenggaraan pelayanan publik juga merupakan hak yang sangat penting dan strategis bagi warga negara untuk menuju akses terhadap hak-hak lainnya, karena bagaimana mungkin akan mendapatkan hak pendidikan, kesehatan, dan pelayanan lainnya dengan baik jika informasi yang diperoleh mengenai hak-hak tersebut tidaklah didapatkan secara tepat dan benar, juga peranan komisi informasi di daerah terkait keterbukaan informasi publik dalam menunjang pelayanan publik. Tulisan ini menggambarkan keterkaitan antara keterbukaan informasi dan pelayanan publik, ternyata keterbukaan informasi dapat menjadikan pelayanan publik menjadi lebih baik, oleh karena itu kehadiran komisi informasi di daerah menjadi sangat penting untuk menyelesaikan sengketa informasi di daerah guna mendorong terwujudnya pelayanan publik yang lebih baik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan mengutamakan meneliti bahan pustaka atau dokumen yang disebut data sekunder, berupa bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterbukaan informasi publik menjadi isu utama di beberapa daerah sedangkan beberapa daerah lain belum belum menjadikan keterbukaan informasi dan partisipasi sebagai isu penting. Berdasarkan hasil penelitian maka direkomendasikan perlu segera membentuk Komisi Informasi di seluruh Provinsi

    Rekonstruksi Penggunaan Dana Desa untuk Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat Desa

    Get PDF
    Keberagaman karakteristik dan jenis desa, atau dengan sebutan lain (selain desa) tidak menjadi penghalang bagi para pendiri bangsa (founding fathers) ini untuk menjatuhkan pilihannya pada bentuk negara kesatuan. Pengaturan mengenai Desa tersebut belum dapat mewadahi segala kepentingan dan kebutuhan masyarakat Desa yang hingga saat ini sudah berjumlah sekitar 73.000 (tujuh puluh tiga ribu) Desa dan sekitar 8.000 (delapan ribu) kelurahan. Selain itu, pelaksanaan pengaturan Desa yang selama ini berlaku sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, terutama antara lain menyangkut kedudukan masyarakat hukum adat, demokratisasi, keberagaman, partisipasi masyarakat, serta kemajuan dan pemerataan pembangunan sehingga menimbulkan kesenjangan antar wilayah, kemiskinan, dan masalah sosial budaya yang dapat mengganggu keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Rumusan masalah karya ilmiah ini adalah “Bagaimana rekonstruksi penggunaan dana desa untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat desa?” Menggunakan metode penelitian yuridis normatif, pendekatan perundang-undangan (statute approach). Beberapa hal yang dapat diidentifikasi berkaitan kejelasan kedudukan dan penguatan eksistensi desa, dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 ialah soal pendefenisian desa. Ada satu perbedaan cukup mendasar dibanding undang-undang sebelumnya (UU Nomor 32 Tahun 2004), yakni dicantumkannya klausul “prakarsa masyarakat” yang berarti ada perluasan sekaligus penguatan terhadap otonomi dalam pengelolaan dasa desa. Penggunaan Dana Desa dikelola melalui mekanisme pembangunan partisipatif dengan menempatkan masyarakat Desa sebagai subyek pembangunan. Karenanya, rencana penggunaan Dana Desa wajib dibahas dan disepakati dalam musyawarah Desa

    Penetapan Tersangka Tidak Ada Batas Waktu

    Get PDF
    Seringkali antara kepastian hukum terjadi benturan dengan keadilan, seringkali antara kepastian hukum dengan kemanfaatan. Usia KUHAP yang sudah lima puluh tahun ini, terungkap berbagai kelemahan dalam pelaksanaan sistem peradilan pidana (criminal justice system) di Indonesia. Karena KUHAP yang secara normatif merupakan pijakan hukum pelaksanaan sistem peradilan pidana, tidak dapat lagi dianggap sebagai karya agung bangsa Indonesia. Kelemahan itu, di antaranya ketidakseimbangan hak antara hak-hak tersangka/terdakwa dengan hak-hak korban, sehingga berakibat lemahnya posisi korban. Komponen yang bekerja di dalam sistem peradilan pidana di negara hukum ini, adalah institusi negara yang telah tercoreng kewibawaannya. Mulai insitusi kepolisian, kejaksaan sampai kehakiman, terlibat dalam praktik penyalahgunaan kekuasaan, maupun berbagai jenis tindak pidana. Rumusan masalah dalam penelitian ini bagaimana perlindungan hak asasi manusia dalam hukum pidana serta bagaimana peran Polri selaku penyidik? Menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka penggunaan pendekatan perundang-undangan (statute approach) adalah suatu hal yang pasti. KUHAP sebagai standar dan mekanisme pengendalian diskresi aparat penegak hukum belum dapat melindungi hak asasi tersangka, terdakwa dan terpidana. Bahkan, lembaga peradilan secara umum tidak memberikan perlindungan hukum atas hak asasi tersangka. Putusan Lembaga Praperadilan hanya sebatas penangkapan dan penahanan tidak sah. Tersangka tetap menjadi tersangka, sekalipun statusnya tanpa alas hukum akibat hak diskresi polisi dan jaksa yang tanpa batas

    Restoratif Justice dalam Penyelesaian Tindak Pidana Ringan

    Get PDF
    Menurut pendorong nilai keadilan, hukum selama ini bergerak cepat dan lebih tajam apabila kasus hukum terkait dengan orang kecil dan mempersoalkan kepentingan orang besar, termasuk pemilik kekuasaan. Namun apabila sebuah kasus yang mengaitkan atau yang diduga tertuduh pelakunya adalah orang-orang besar dan kekuasaan, maka hukum seolah-olah lumpuh dan tumpul. Selain menghendaki adanya kepastian hukum dan keadilan juga penyelesaian hukum harus memiliki nilai kemanfaatan, yang menjadi persoalan dan tantangan saat ini adalah, bagaimana mewujudkan proses penegakan hukum yang mampu memenuhi tujuan hukum yakni mencapai kepastian hukum yang berkeadilan dan bermanfaat Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis dengan pendekatan utamanya yuridis normatif. Pembaharuan hukum pidana harus dilakukan dengan pendekatan kebijakan, karena memang pada hakikatnya merupakan bagian dari suatu langkah kebijakan atau policy (yaitu bagian dari politik hukum/penegakan hukum, politik hukum pidana, politik kriminal dan politik sosial). Peradilan pidana tidak sekedar dilihat sistem penanggulangan kejahatan, melainkan dilihat sebagai social problem yang sama dengan kejahatan itu sendiri. Pelaksanaan sanksi pidana perlu dihubungkan dengan kebijakan pembangunan manusia yang ingin membentuk manusia Indonesia Seutuhnya. Penggunaan sanksi pidana yang dikenakan kepada pelanggar harus sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang beradab. Di samping itu pidana dimanfaatkan untuk menumbuhkan kesadaran bagi si pelanggar akan nilai-nilai kemanusiaan dan nilai-nilai pergaulan hidup bermasyarakat. mengutamakan perdamaian secara musyawarah untuk mencapai mufakat merupakan mekanisme integral dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Pembaruan hukum di Indonesia, tidak dapat dilepaskan dari kondisi objektif masyarakat Indonesia yang menjunjung nilai-nilai hukum agama disamping hukum tradisional sehingga perlu digali produk hukum yang bersumber dan berakar pada nilai-nilai budaya, moral dan keagamaan. Penyelesaian tindak pidana biasa bermotif ringan dapat ditempuh dengan mediasi penal disebut pendekatan restorative justice, yaitu menitikberatkan pada adanya partisipasi langsung pelaku, korban dan masyarakat dengan memaknai tindak pidana. Keadilan restoratif juga merupakan suatu kerangka berfikir yang baru yang dapat digunakan dalam merespon suatu tindak pidana bagi penegak dan pekerja hukum di Indonesia

    Lirik Yaa Lal Wathon: Interpretasi Karya KH Wahab Hasbullah dalam Konstruksi Nasionalisme Siswa Sekolah Dasar: (Studi Pada Siswa SDN Aengtabar 1 Tanjungbumi Kabupaten Bangkalan)

    Get PDF
    The nationalism educations to the generation become an important thing to do by the mount of departments, especially in Education. The nationalism strengthening in the basic construction of the elementary school students is effective to do through an interesting and fun teaching and learning prosess, such as songs and lyrics. This study aims to describe and analyze an interpretation and response to the students nationalism strengthening toward Yaa Lal Wathon lyric and song created by KH. Wahab Hasbullah. The research design is qualitative approach. The subjects are high grade students of SDN Aengtaber 1 Tanjungbumi Bangkalan by dokumentalisting the interpretation fortofolio of the Ya Lal Wathon lyric and interviewing about the natinalism. The data analysis is used as the analysis content from the student’s interpretation and response. The learning implementation using Ya Lal Wathon song by KH. Wahab Hasbullah is effective to improve the student’s self-awareness in the noble toward nationalism development. This lyric consists of the fatherland love education in which Muslim keep the country.  Those are the reasons why we need an innovative learning approach  and strategy either theory or practice in the learning which builts the nationalist.&nbsp

    Pengaruh Pendidikan Tinggi Akuntansi terhadap Kecerdasan Emosional Mahasiswa di Eks Karesidenan Pekalongan

    Full text link
    This research aims to analyze the difference emotional quotient between junior student, last grade student, between student and not student whose job is an employee in the same age. And to analyze quality of accountancy college in their learning process with emotional quotient student. The sample in this research are junior and last grade student accountancy major in Karesidenan Pekalongan include Universitas Pekalongan, STIE Muhammadiyah, and Universitas Panca Sakti Tegal. We're analyzed using independent sample t test. This research results that the grade of emotional quotient between junior student and last grade student in accountancy major is significantly different. But these differences are influenced by the length of factor to learn in accountancy college. All this parameter can be indicated because the emotional quotient grade between the last grade student is significantly different with another younger in the same age who have involved in both formal and informal education. In this research field, last grade student has better emotional quotient than employee because their experience in accountancy college is creating someone different emotional quotient grade. And the quality of accountancy college gives better emotional quotient their student too
    corecore